Sabtu, 08 Maret 2014

 [hILDA PUTRI MAULIDIYAH 041211232027]
Sejak jaman dahulu sebenarnya manusia sudah mulai membentuk sebuah organisasi meskipun pada jaman purba tidak dikenal istilah organisasi. Secara berkala pertambahan jumlah populasi manusia purba kala itu mendorong mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan dan tempat tinggal. Tak jarang para peneliti menemukan banyak kelompok manusia yang diketuai kepala suku melakukan perburuan bersama, membentuk sebuah komunitas yang seiring berjalannya waktu memiliki visi hidup yang makin kompleks dibanding hanya sekedar memenuhi kebutuhan perut saja.
Pertambahan jumlah volume otak manusia, mendorong masing-masing komunitas di seluruh belahan manusia untuk mencapai tahap kesejahteraan yang lebih tinggi. Tujuan ini mendorong mereka untuk membentuk organisasi yang lebih sistematis dan jauh lebih terspesialisasi untuk memfokuskan diri masing-masing dalam rangka mencapai tujuan inti komunitas tersebut.
Sepanjang perkembangannya, istilah organisasi dikenal dan mulai menjadi bahan pembelajaran bagi generasi selanjutnya. Kehidupan bangsa-bangsa besar di masa lalu dapat dijadikan contoh yang layak diadopsi sehingga beragam karakteristik perkembangan organisasi bangsa-bangsa tersebut mulai dipelajari. Secara umum pembelajaran mengenai evolusi organisasi dapat dibedakan menjadi teori klasik, neoklasik dan modern.
Dalam sebuah blog (http://zeftaadetya.blogspot.com) yang mengutip dari http://www.anneahira.com, dikatakan bahwa teori klasik dirumuskan oleh praktisi (Taylor & Fayol) dan sosiolog (Weber) pada abad ke-19. Kata kunci mereka dalam mengemukakan teori ini ialah efisiensi, rasionalitas, kontrol, pertentangan antara pemilik dan tenaga kerja. Mereka mampu mengembangkan prinsip atau model universal yang dapat digunakan pada semua keadaan. Blog lain (http://har212.wordpress.com) mengatakan bahwa teori klasik ini dimampatkan ke dalam empat unsure pokok, yaitu:
1.‬Kegiatan yang tersistem dan terkoordinasi.
‪2.‬Adanya sekelompok orang dengan spesialisasi tertentu.
‪3.‬Kerja sama antara sekelompok orang dengan spesialisasi yang berbeda.
‪4.‬Adanya kekuasaan dan kepemimpinan yang mengendalikan sistem tersebut.
Ia juga menambahkan bahwa para penganut teori organisasi klasik meyakini bahwa organisasi bergantung pada kekuasaan, saling melayani, doktrin, dan disiplin. Teori organisasi klasik kemudian berkembang menjadi tiga aliran, yaitu teori birokrasi, administrasi, dan manajemen ilmiah.
    Beberapa kalangan beranggapan bahwa teori klasik terlalu kaku dan lebih mengarah pada sikap pemimpin yang diktator. Padahal, manusia yang hidup dalam rasa tertekan tentu tidak akan memiliki rasa nyaman dan etos kerjanya dapat dipastikan akan menurun. Penurunan etos kerja tentu akan berdampak pada tidak tercapainya tujuan secara maksimal. Karenanya, lebih lanjut dalam blog tersebut diungkapkan bahwa mucul tokoh pencetus teori neoklasik seperti Hugo Munsterberg yan menuangkan ide neoklasiknya dalam buku Psychology and Industrial Effeciency yang terbit pada 1913. Buku ini dinilai sebagai rantai penghubung evolusi teori manajemen ilmiah menuju neoklasik.
Pendukung teori neoklasik berpendapat bahwa sikap tertutup yang terlalu kaku nyatanya tidak bias diterapkan di segala situasi dan dibutuhkan lebih banyak pertimbangan dan sedikit kelonggaran yang terarah untuk bisa menekan konflik antara atasan dan bawahan demi mencapai sebuah tujuan bersama. Karenanya, mereka berasumsi bahwa dibutuhkan system tertutup namun lebih menekankan hubungan informal dan motivasi–motivasi non ekonomis yang beroperasi dibawah organisasi. Manajemen dapat merancang hubungan dan peraturan yang formal dan sebagainya, namun diciptakan pula hubungan status, norma dan persahabatan informal yang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan sosial para anggota organisasi.
    Di tahun 1950 muncul pemikiran lain yang bermunculan karena ketimpangan teori klasik dan neoklasik yang pada prakteknya tidak bisa diterapkan secara mulus. Dibandingkan dengan dua pendahulunya, teori modern dihadapkan pada tuntutan manajemen yang jauh lebih kompleks. Pada akhirnya beragam sistem baru yang lebih fleksibel bermunculan dalam upaya memperbaiki kelemahan teori lama, sehingga tak jarang teori modern disebut juga dengan sistem analisis atau teori terbuka. Ini didasarkan pada persoalan di manajemen yang bervariatif sehingga membutuhkan penanganan yang lebih fokus pada masalah inti yang berbeda-beda. ‬Teori organisasi klasik menitikberatkan pada analisis dan deskripsi, sementara teori organisasi modern menekankan pada keterpaduan dan perancangan secara menyeluruh. Dilihat dari fokusnya, teori organisasi klasik terfokus pada konsep, skalar, dan hubungan vertikal, sementara teori organisasi modern cenderung horizontal, dinamis, dan multidimensi.
    Beberapa buku yang menceritakan kisah milyuner Amerika menunjukkan bahwa para pekerja sukses itu cenderung memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda dibanding orang lain dalam organisasinya.  Mereka bisa dianggap pelopor yang mampu menerapkan konsep organisasi yang berbeda dalam mengantar perusahaannya ke jenjang yang lebih tingi dari para pesaingnya. Ini dapat membuktikan kebenaran teori modern bahwa keterbukaan pada kenyataannya mampu menggerakkan dan memunculkan aspirasi, kepedulian, motivasi, dan keikutsertaan bawahan secara sadar dalam kaitannya dengan proses pencapaian tujuan perusahaan. Dapat dikatakan beragam faktor mampu mempengaruhi sebuah organisasi sehingga bila ada permasalahan di dalam organisasi tersebut, tentunya dibutuhkan analisis yang mampu menemukan permasalahan inti. Ibarat penyakit, beda penyakit beda juga obatnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar