Sabtu, 15 Maret 2014

DAISY DETYA / 041211231006 / KELAS J

BAB 3
KEEFEKTIFAN ORGANISASI
Keefektifan didefinisikan sebagai sejauh mana sebuah organisasi mewujudkan tujuan-tujuannya. Namun definisi ini dirasa memiliki makna ganda yang membatasi  penelitian mengenai subjek tersebut maupun kemampuan para manajer praktek untuk menangkap arti dan konsep tersebut.
Keefektifan organisasi telah terbukti sukar dan beberapa orang mengatakan tidak mungkin untuk didefinisikan.
Untuk membuat organisasi yang efektif, Teori Organisasi menjawab bahwa struktur organisasi yang tepat yang mampu membuat sebuah organisasi itu efektif.
  1. Pendekatan Pencapaian Tujuan
Dalam pendekatan ini menyatakan bahwa keefektifan organisasi harus dinilai sehubungan dengan pencapaian tujuan (ends) ketimbang caranya (means). Yang termasuk kriteria pencapaian tujuan yang popular adalah memaksimalkan laba.
Asumsi-asumsi
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa organisasi adalah kesatuan yang dibuat dengan sengaja, rasional, dan mencari tujuan. Asumsi-asumsi lainnya adalah :
  1. Organisasi harus mempunyai tujuan akhir
  2. Tujuan-tujuan tersebut harus diidentifikasikan dan ditetapkan  dengan baik agar dapat dimengerti.
  3. Tujuan-tujuan tersebut harus sedikit saja agar mudah dikelola.
  4. Harus ada consensus atau kesepakatan umum mengenai tujuan-tujuan tersebut.
Membuat tujuan menjadi operasional
Jika tujuan telah diketahui, maka perlu dikembangkan pengukuran untuk melihat sudah sejauh mana tujuan itu telah tercapai. Pendekatan pencapaian tujuan mungkin paling nyata terlihat pada “Management by Objectives” (MBO). MBO adalah falsafah manajemen yang menilai keefektifan sebuah organisasi serta para anggotanya dengan cara melihat seberapa jauh mereka mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.

Masalah-masalah
Masalah yang sering terjadi pada pendekatan ini adalah menentukan tujuan itu, tujuan  siapa, siapa saja yang termasuk di dalamnya. Masalah lainnya adalah tujuan jangka pendek kerap kali berbeda dengan tujuan jangka panjangnya, serta tujuan yang ditetapkan terlalu teoritis dan kurang detail.
  1. Pendekatan Sistem

Dalam pendekatan ini tujuan akhir tidak diabaikan, namun hanya dipandang sebagai suatu elemen di alam kumpulan kriteria yang lebih kompleks. Model-model sistem menekankan kriteria yang akan meningkatkan kelangsungan hidup jangka panjang dari organisasi seperti kemampuan organisasi untuk memperoleh sumber daya, mempertahankan dirinya secara internal sebagai sebuah organisme social, dan berintegrasi secara berhasil dengan lingkungan ekstrem . Jadi pendekatan sistem berfokus bukan pada tujuan akhir tertentu melainkan pada cara yang dibutuhkan untuk pencapaian tujuan akhir itu.
Asumsi-asumsi
Pendekatan sistem terhadap Teori Organisasi mengimplikasikan bahwa organisasi terdiri dari sub-sub bagian yang saling berhubungan. Jika salah satu sub bagian ini mempunyai performa buruk, maka akan timbul dampak negatif terhadap performa keseluruhan sistem. Keefektifan membutuhkan kesadaran dan interaksi yang berhasil dengan konstituensi lingkungan.
Membuat sistem menjadi operasional
Pendekatan sistem menfokuskan diri pada cara-cara yang diperlukan untuk memastikan kelangsungan hidup organisasi yang terus-menerus. Terdapat sepuluh dimensi keefektifan yaitu :
  • Business volume
  • Production cost
  • New-member productivity
  • Youthfulness of member
  • Business mix
  • Workforce growth
  • Devotion of management
  • Maintenance cost
  • Member productivity
  • Market penetration

Kajian diatas merupakan pendekatan sistem karena memperhatikan cara-cara penting yang harus dipenuhi jika organisasi ingin bertahan hidup dalam jangka panjang.

Masalah-masalah

Dua kekurangan yang sangat menonjol dari pendekatan sistem ada hubungannya dengan pengukuran dan masalah apakah cara-cara itu memang benar-benar penting.

  1. Pendekatan Konstituensi-Strategis

Pendekatan ini mengemukakan bahwa organisasi dikatakan efektif apabila dapat memenuhi tuntutan dari konstituensi yang terdapat dalam lingkungan organisasi tersebut yaitu konstituensi yang menjadi pendukung kelanjutan eksistensi organisasi tersebut. Pendekatan ini sama dengan pandangan sistem, tetapi penekanannya berbeda. Keduanya memperhitungkan adanya saling ketergantungan, tetapi pandangan konstituensi-strategis tidak memperhatikan semua lingkungan organisasi.

Asumsi-asumsi

Pendekatan ini mengasumsikan organisasi sebagai arena politik tempat kelompok-kelompok yang berkepentingan (vested interest) bersaing untuk mengendalikan sumber daya.

Membuat konstituensi-strategis menjadi operasional

Manajer yang ingin mengaplikasikan perspektif ini dapat dimulai dengan meminta para anggota dominant coalition untuk mengidentifikasi konstituensi yang mereka rasakan kritis bagi kelangsungan hidup organisasi. Pendekatan konstituensi-strategi diakhiri dengan membandingkan berbagai harapan yang dimiliki konstituensi untuk organisasi dengan menentukan harapan yang umum dan yang tidak sesuai, memberi bobot relative kepada berbagai konstituensi tersebut, dan merumuskan sebuah urutan preferensi dari berbagai tujuan bagi organisasi secara keseluruhan.

  1. Pendekatan Balance Score Card

Pendekatan BSC adalah suatu konsep untuk mengukur apakah aktivitas-aktivitas operasional suatu perusahaan dalam skala yang lebih kecil sejalan dengan sasaran yang lebih besar dalam hal visi dan strategi.
Balanced Score card membantu organisasi untuk menghadapi dua masalah fundamental yaitu mengukur performa organisasi secara efektif dan mengimplementasikan strategi dengan sukses. Secara tradisional, pengukuran terhadap bisnis berkisar pada aspek finansial, yang kemudian banyak mendatangkan kritik. Ukuran finansial tidaklah konsisten dengan lingkungan bisnis saat ini, punya daya prediktif yang lemah, mengakibatkan munculnya silo fungsional, menghambat cara berpikir jangka panjang, dan tidak lantas bisa relevan bagi kebanyakan level organisasi. Mengimplementasikan strategi secara efektif menjadi permasalahan tersendiri. Setidaknya terdapat empat pembatas implementasi strategi di organisasi : pembatas visi, pembatas orang, pembatas sumberdaya, dan pembatas manajemen.
Balanced Scorecard memberi organisasi elemen yang dibutuhkan untuk berpindah dari paradigma ‘melulu finansial’ menuju model baru yang mana hasil Scorecard menjadi titik awal untuk me-review, mempertanyakan, dan belajar tentang strategi yang dipunya. Balanced Scorecard akan menerjemahkan visi dan strategi ke dalam serangkaian ukuran koheren dalam empat perspektif yang berimbang. Kita akan dengan cepat bisa dapatkan informasi untuk dipertimbangkan lebih dari sekedar ukuran finansial.
  1. Pendekatan Pemangku Kepentingan
Istilah ‘Stakeholders’ atau dinamakan pemangku kepentingan adalah kelompok atau individu yang dukungannya diperlukan demi kesejahteraan dan kelangsungan hidup organisasi.
Pemangku kepentingan didefinisikan kelompok atau organisasi yang memiliki kepentingan langsung atau tidak langsung dalam sebuah organisasi karena dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh tindakan organisasi, tujuan, dan kebijakan.
Dalam pandangan perusahaan sebagai sebuah entitas bisnis stakeholder dipandang sebagai inividu atau Kelompok yang dipengaruhi oleh dan atau memiliki kepentingan dalam operasi dan tujuan perusahaan. Perusahaan memiliki berbagai kelompok pemangku kepentingan yang saling berhubungan secara luas. Pemangku kepentingan tersebut dikelompok menjadi tiga katagori: (a) pemangku kepentingan internal, yaitu individu atau kelompok yang berada dalam struktur organisasi bisnis yang memiliki pengaruh terhadap tujuan perusahaan; (b) pemangku kepentingan eksternal, yaitu individu atau kelompok yang berada di luar struktur organisasi bisnis yang memiliki pengaruh baik langsung ataupun tidak langsung terhadap kebijakan dan proses bisnis; dan (c) pemangku kepentingan penghubung yaitu individu atau kelompok yang memiliki peran sebagai penghubung atau memiiki keterkaitan dengan pemangku kepentingan internal dan eksternal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar